Umberto Eco
Seberapa banyak komputer mempengaruhi tulisan saya? Sangat banyak, berdasarkan pengalaman saya, tetapi saya tidak tahu seberapa banyak dari sudut pandang hasil-hasilnya.
Ngomong-ngomong, mempertimbangkan bahwa Foucault’s Pendulum1novel kedua Umberto Eco, terjemahannya diterbitkan Bentang Pustaka tahun 2010berkisah tentang sebuah komputer yang menciptakan puisi dan menghubungkan peristiwa-peristiwa dengan satu cara yang tak disengaja, banyak pengulas yang menginginkan saya dengan segala cara mengakui bahwa novel tersebut sepenuhnya ditulis dengan memberikan satu program pada komputer, yang kemudian menciptakan segalanya. Ingat bahwa mereka ini semuanya merupakan jurnalis yang saat ini bekerja di kantor-kantor editorial tempat artikel-artikel ditulis menggunakan komputer dan kemudian langsung dicetak—sehingga mereka mengetahui seberapa banyak yang bisa orang harapkan dari mesin budak ini. Akan tetapi mereka juga tahu bahwa mereka menulis untuk satu khalayak yang masih memiliki gagasan magis tentang komputer itu apa, dan kita tahu bahwa sering kali kita menulis untuk tidak memberitahukan kebenaran kepada pembaca melainkan apa yang ingin mereka dengar.
Walau bagaimana pun, pada titik tertentu saya merasa terganggu dan memberikan kepada salah satu dari mereka satu rumus magis:
Pertama-tama anda membutuhkan sebuah komputer, jelas, yang merupakan satu mesin cerdas yang berpikir untuk Anda—dan ini akan merupakan satu keuntungan bagi banyak orang. Satu-satunya yang anda butuhkan adalah sebuah program tersusun dari beberapa baris, bahkan seorang anak kecil pun bisa melakukan itu. Kemudian ke dalam komputer itu kita masukkan konten beberapa ratus novel, karya-karya ilmiah, Bibel, Alquran, dan banyak buku telepon (sangat berguna untuk nama-nama karakter). Katakanlah, sekitar 120.000 halaman. Setelah ini, menggunakan program lain, anda mengacak, dengan kata lain, anda mencampur semua teks tersebut, membuat semacam penyesuaian, misalnya dengan menghapus seluruh huruf a. Dus, anda akan memiliki sebuah lipogram2teks yang huruf atau sekelompok hurufnya sengaja dihapusyang sama bagusnya dengan sebuah novel. Pada titik ini anda menekan “prin” dan ia pun dicetak. Telah menghapus seluruh huruf a, apa yang muncul adalah sesuatu yang kurang dari 120.000 halaman. Setelah anda membaca semua itu dengan cermat, beberapa kali, menggarisbawahi pasase-pasase paling signifikan, anda memuatkan mereka pada truk gandeng dan membawa mereka ke sebuah tempat pembakaran sampah. Lalu anda sekadar duduk di bawah sebuah pohon, dengan menggunakan sekeping arang dan kertas gambar berkualitas bagus, dan membiarkan pikiran anda mengembara, anda menuliskan dua baris. Misalnya: “Rembulan tinggi di langit/hutan gemerisik.”3dalam bahasa Inggris dua baris ini tidak memuat huruf a yang sayangnya tidak bisa dipertahankan dalam terjemahan Indonesia: The moon is high in the sky/the wood rustles. Mungkin apa yang dihasilkan awalnya bukan sebuah novel melainkan, justru, sebuah haiku Jepang: meskipun demikian, hal pentingnya adalah memulai.
Tak ada seorang pun yang berani melaporkan resep rahasia saya kepada publik. Akan tetapi seseorang berkata, “kita bisa merasakan bahwa novel itu ditulis langsung menggunakan komputer, selain adegan trompet di pemakaman; adegan itu tulus, dan adegan itu mesti ditulis berulang kali, dan menggunakan pena.” Saya malu mengatakannya, tetapi dalam novel ini yang menjalani sangat banyak fase pendrafan, yang melibatkan bolpoin, pulpen, spidol, dan banyak revisi, satu-satunya bab yang ditulis langsung menggunakan komputer, dan dalam sekejap, tanpa banyak koreksi, persisnya adalah bab trompet itu. Alasannya cukup sederhana: saya merasakan adegan itu sangat hadir dalam benak saya, saya telah mengisahkannya kepada diri sendiri atau orang-orang lain berulang-ulang kali sampai-sampai pada saat itu seolah-olah adegan itu sudah ditulis. Saya tak perlu menambahkan apa pun. Saya digerakkan oleh kedua tangan saya di atas keyboard seolah-olah ia adalah sebuah piano yang saya gunakan untuk memainkan satu melodi yang sudah saya hafal, dan jika ada tulisan yang sangat bagus dalam adegan itu, itu disebabkan oleh fakta bahwa ia bermula sebagai satu sesi macet. Anda bermain, membiarkan diri anda sendiri hanyut bersama arus, merekamnya, dan apa yang ada pun ada di sana.
Sebenarnya, keindahan komputer terletak pada fakta bahwa ia mendorong spontanitas: anda langsung menulis, dengan cepat, apa pun yang terbersit dalam benak. Sementara itu anda tahu bahwa nanti anda akan selalu bisa mengoreksi dan mengubahnya.
Penggunaan komputer, sebenarnya, berkaitan dengan masalah koreksi, dan oleh karena itu dengan varian.
The Name of the Rose, dalam versi-versi definitifnya, ditulis menggunakan mesin ketik. Kemudian saya akan mengoreksi, mengetik ulang, terkadang memotong dan menyalin, dan pada akhirnya saya memberikan itu semua pada seorang pengetik, dan kemudian kembali saya harus mengoreksi, mengganti, dan memotong dan menyalin. Dengan mesin ketik anda hanya bisa mengoreksi sampai titik tertentu. Kemudian anda akan lelah mengetik ulang, memotong, menyalin, dan kemudian mengetik ulang kembali. sisa darinya anda koreksi pada tahap pemeriksaan (proof), dan selesailah sudah.
Dengan penggunaan komputer (Foucault’s Pendulum ditulis menggunakan Wordstar 2000, The Island of the Day Before menggunakan Word5, Baudolino menggunakan Winword dalam versi-versinya yang beragam selama bertahun-tahun), situasi pun berubah. Anda tergoda untuk mengoreksi ad infinitum, selama-selamanya, terus-menerus. Anda menulis, kemudian memprinnya, dan anda membaca ulang. Anda mengoreksi. Kemudian anda mengetik ulang berdasarkan koreksi dan prin-prinan anda. Saya menyimpan draf-draf beragam (yang memiliki bolong yang aneh). Akan tetapi menganggap bahwa seorang fanatik terhadap varian-varian tekstual akan bisa merekonstruksi proses menulis anda merupakan sebuah kesalahan. Pada kenyataannya, anda menulis (menggunakan komputer), memprin, mengoreksi (menggunakan tangan), dan melakukan koreksi itu menggunakan komputer, tetapi saat anda melakukan itu maka anda memilih varian-varian lain, dengan kata lain anda tidak menulis ulang persis apa yang telah anda koreksi menggunakan tangan. Kritikus yang menelaah varian-varian akan mendapati varian-varian lebih lanjut antara koreksi final anda menggunakan tinta pada prin-prinan dengan versi baru yang dihasilkan menggunakan printer. Jika anda benar-benar ingin mendorong tesis-tesis tanpa guna ini, anda memiliki semua turunan yang anda inginkan. Faktanya, eksistensi komputer berarti bahwa logika varian-varian telah berubah. Varian-varian itu bukan merupakan satu pemikiran ulang dan bukan juga merupakan pilihan final anda. Berhubung anda tahu bahwa pilihan anda bisa diubah kapan pun, anda melakukan banyak perubahan, dan sering kali anda kembali ke opsi anda yang orisinal.
Saya benar-benar percaya bahwa eksistensi perangkat tulisan elektronik akan sangat mengubah kritik terhadap varian-varian, dengan segala hormat terhadap spirit Contini4Gianfranco Contini (1912-1990), seorang akademisi sekaligus filologi Italia. Saya pernah menelaah varian-varian dalam Inni Sacri (Himne-Himne Sakral) karya Manzoni5Alessandro Manzoni (1785-1873), seorang penyair, novelis, dan filsuf Italia. Pada masa itu, penggantian sebuah kata bersifat krusial. Kini tidak demikian: besok anda bisa kembali ke kata yang anda tolak kemarin. Paling-paling apa yang akan diperhitungkan adalah perbedaan antara draf tulisan tangan pertama dengan yang terakhir diprin. Sisanya datang dan pergi, sering kali didiktekan oleh besarnya kalium dalam darah anda.
Sumber: Umberto Eco, “The Computer and Writing,” dalam On Literature (London: Vintage, 2006) hal. 330-333.