Milan Kundera
DENGAN SIAPAKAH kita bisa membandingkan novelis? Dengan penyair lirik. Konten puisi lirik, kata Hegel, adalah penyair itu sendiri; dia memberikan suara kepada dunia batinnya untuk menggerakkan perasaan-perasaan, kondisi-kondisi pikiran yang dia alami, dalam diri audiensnya. Dan bahkan jika penyair memperlakukan tema-tema “objektif,” eksternal dari kehidupannya sendiri, “penyair lirik yang hebat akan dengan sangat lekas berpindah dari tema-tema itu dan berakhir melukis potret dirinya sendiri” (“stellt sich selber dar”).
Musik dan puisi, kata Hegel, memiliki kelebihan dari lukisan: ke-lirik-an. Dan dalam ke-lirik-an, lanjut dia, musik masih bisa pergi lebih jauh daripada puisi, karena ia mampu memahami pergerakan-pergerakan dunia batin yang paling rahasia, yang tidak bisa diakses oleh kata-kata. Dengan demikian, beneran eksis sebuah seni dalam hal ini, musik yang lebih lirik daripada puisi lirik itu sendiri. Berdasarkan ini kita bisa menyimpulkan bahwa gagasan ke-lirik-an tidak dibatasi pada satu cabang sastra (puisi lirik) melainkan, justru ia menandai cara mengada tertentu, dan bahwa, dari sudut pandang ini, seorang penyair lirik hanyalah perwujudan yang paling patut dicontoh dari orang yang terpesona oleh jiwanya sendiri dan oleh hasrat untuk membuat jiwanya itu terdengar.
Saya sejak lama memandang masa muda sebagai zaman lirik, yakni, zaman ketika individu, fokus hampir secara eksklusif terhadap dirinya sendiri, tidak mampu melihat, memahami, menilai dengan jelas dunia di sekitar dia. Jika kita memulai dengan hipotesis itu (tentu skematis, tetapi yang, sebagai sebuah skema, saya dapati akurat), lantas berpindah dari ketidakdewasaan ke maturitas sama artinya dengan berpindah melampaui sikap lirik.
Jika saya membayangkan genesis seorang novelis dalam bentuk satu kisah contoh, sebuah “mitos,” maka genesis tersebut bagi saya tampak seperti sebuah kisah konversi: Saulus menjadi Paulus;1Saulus dari Tarsus adalah penganiaya orang Kristen yang kemudian berubah menjadi pengikut Yesus setelah berjumpa Yesus. Dia kemudian lebih dikenal sebagai Paulus dari Tarsus, atau Rasul Paulus. sang novelis dilahirkan dari reruntuhan dunia lirisnya.
Sumber: Milan Kundera, “The Poet and the Novelist,” dalam The Curtain: An Essay in Seven Parts (terj. Linda Asher). New York: HarperCollins, 2007.