Don Quijote dari La Mancha dan Hal-Hal yang Belum Selesai

PADA pertengahan tahun 2019, Miguel de Cervantes tiba di Indonesia membawa novel dia Don Quijote dari la Mancha dengan diantar oleh penerjemah senior Apsanti Djokosujatno. Diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia dalam dua jilid tebal, Buku I xviii+518 hal., Buku II xxiv+566 hal., Don Quijote dari la Mancha merupakan edisi terjemahan lengkap pertama novel legendaris Cervantes itu dalam bahasa Indonesia.

Bukan hanya generasi terdahulu tetapi mungkin juga generasi sekarang masih lebih akrab menyebut Don Quijote dengan versi klasik Abdul Muis yang sudah telanjur melekat: Don Kisot, versi yang dikenal sebagai salah kaprah pelokalan ejaan Inggris Don Quixote berupa x = s, pelenyapan satu dari vokal ganda, dan pelafalan q menjadi lebih lugu: k. Pelafalan “Don Quijote” yang lebih sahih adalah sebagaimana disinggung oleh Apsanti Djokosujatno dalam pengantar edisi terjemahan ini, “Don Kikhote”.

Don Quijote dari la Mancha hadir dengan banyak salah tulis dan penyuntingan yang tidak bisa dikatakan memadai. Sedikit contoh kecil dari Buku I misalnya “kelahiranannya” (hal. 24), “denga” (hal. 29), “mengingatanku” (hal. 389). Kita mungkin memaklumi salah tulis semacam itu dengan berlandaskan pada apologi waktu penerjemahan singkat “satu tahun” yang disinggung oleh penerjemah dalam pengantar, tetapi pemakluman terhadap apologi tersebut tidak berarti semua usai dan revisi menjadi takmesti. Pada saat edisi cetakan selanjutnya dipublikasikan, kapan pun itu, apologi waktu penerjemahan yang singkat itu tentu sudah tak berlaku lagi.

Pada bagian halaman hak cipta Don Quijote dari la Mancha disebutkan bahwa “judul asli: El ingenioso hidalgo don quijote de la Mancha”. Tidak ada informasi tentang penyunting, tidak ada informasi tentang pemeriksa aksara. Pengantar buku Don Quijote dari la Mancha Buku I ada tiga. Pertama sambutan dari Duta Besar Spanyol untuk Indonesia, José Maria Matres Manso, kedua dari Goenawan Mohamad, ketiga dari penerjemah, Apsanti Djokosujatno. Pada Buku II pengantar penerjemah tidak diikutsertakan.

Dari pengantar Don Quijote dari la Mancha tampak bahwa buku terjemahan ini lahir sebagai salah satu bentuk kerja sama Indonesia-Spanyol. Maka dari itu, sah belaka jika kita menduga buku yang lahir dari bentuk kerjasama dua negara seperti ini tentu hanya melibatkan dua bahasa pula: satu bahasa sumber dan satu bahasa sasaran, dalam kasus Don Quijote dari la Mancha bahasa Spanyol dan bahasa Indonesia. Lagipula pencantuman hanya “judul asli” dalam bahasa Spanyol pada halaman hak cipta memperkuat dugaan tersebut. Pada halaman tersebut biasanya buku terjemahan memuat informasi mengenai naskah sumber, dalam kasus novel Don Quijote kalau misalnya yang dijadikan naskah sumber adalah edisi bahasa Inggris maka ilaharnya yang dicantumkan akanlah judul edisi bahasa Inggris.   

Akan tetapi, dalam berita tentang rilis Don Quijote dari la Mancha, ada informasi bahwa Kartini dari Yayasan Pustaka Obor menjelaskan tentang penerjemahan ini sebagai berikut:

“Penerjemahan Don Quijote telah berjalam [sic] selama 3 tahun, dengan biaya yang besar, dengan bantuan Kedutaan Spanyol. Ini terjemahan full, dua volume dari novel Don Quijote dari novel berbahasa Spanyol, Prancis dan Inggris.”1Dikutip dari berita yang dimuat dalam suaramerdeka.news/buku-don-quijote-tragik-komedi-yang-mencerahkan/ tanggal 10 Juli 2019. Dalam hal lama waktu penerjemahan, pernyataan ini berbeda dengan pernyataan penerjemah dalam pengantar. Dalam pernyataan ini disebutkan 3 tahun, sementara dalam pengantar penerjemah 1 tahun. Salah satu kemungkinan adalah yang dimaksud sebagai “penerjemahan” dalam pernyataan ini adalah “proses penerbitan terjemahan” dari mulai rencana awal sampai terbitnya buku, sementara yang dimaksud dalam pernyataan penerjemah adalah murni proses penerjemahan teks. Catatan tambahan publikasi ulang esai: tautan berita saat ini (2023) sudah tidak bisa diakses.

Kita boleh bertanya-tanya kenapa terjemahan ini sampai harus melibatkan juga edisi bahasa Prancis dan Inggris alih-alih semata menggunakan edisi asli bahasa Spanyol.2Versi informasi yang sedikit berbeda bisa ditemukan dalam tulisan di Majalah Tempo edisi 29 Juli-4 Agustus 2019. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa untuk penerjemahan ini penerjemah menggunakan novel Don Quixote versi Spanyol dan Inggris. Tidak ada disinggung tentang versi Prancis. Sementara mengenai waktu penerjemahan, informasi yang disebutkan pun berbeda. Disebutkan bahwa penerjemah memerlukan waktu dua tahun untuk menerjemahkan novel itu, dimulai pada tahun 2017, jilid pertama selesai diterjemahkan pada bulan April 2018, jilid kedua selesai pada bulan April 2019. Kalau kita ingin menyinkronkan informasi tentang berapa lama waktu penerjemahan ini dengan informasi yang sudah disinggung dalam catatan sebelumnya maka salah satu kemungkinannya adalah proses penerjemahan total menghabiskan waktu 3 tahun, 1 tahun darinya adalah waktu yang dihabiskan untuk mengurus proses penerbitan, 2 tahun darinya dihabiskan untuk menerjemahkan 2 jilid, masing-masing jilid 1 tahun. Maka tampaknya penjelasan tentang satu tahun waktu penerjemahan yang dikatakan penerjemah dalam pengantarnya merujuk pada penerjemahan 1 jilid novel. Tentu saja ini hanya dugaan saja untuk menyatukan 3 informasi yang berbeda ini. Sebenarnya, kalau kasusnya ternyata memang demikian, akan lebih bagus kalau penerjemah membuat pengantar sendiri-sendiri untuk tiap jilid buku. Pembaca yang tertarik pada laporan yang lumayan panjang tentang Don Quijote dari la Mancha dan peristiwa terkait rilisnya bisa membaca lembar Iqra Majalah Tempo edisi 29 Juli-4 Agustus 2019 hal. 48-57. Informasi yang dikutip dalam catatan kaki ini berada di hal. 50.Salah satu kemungkinan adalah dalam proses penerjemahan Don Quijote dari la Mancha ini dari bahasa Spanyol, dua naskah dalam edisi bahasa lain tersebut hanya diposisikan sebagai naskah pendamping. Naskah pendamping biasanya sebatas digunakan untuk membantu memahami bagian tertentu yang sukar dipahami dari naskah utama.

Selama ini penulis membaca Don Quixote dari terjemahan Inggris. Penulis mengoleksi dan membaca beberapa edisi yang berbeda untuk kepentingan studi: edisi Penguin yang diterjemahkan oleh J. M. Cohen, edisi Britannica Great Books yang diterjemahkan oleh John Ormsby, edisi Modern Library yang diterjemahkan oleh Tobias Smollet, edisi Wordsworth Classics yang diterjemahkan oleh P. A. Motteux, edisi Oxford World’s Classics yang diterjemahkan oleh Charles Jarvis, dan edisi Ecco yang diterjemahkan oleh Edith Grossman3Semua informasi halaman kutipan dari edisi Grossman dalam tulisan ini merujuk pada Don Quixote Grossman edisi Ecco, 2005..

Menurut dugaan penulis, edisi bahasa Inggris yang diikutsertakan sebagai naskah sumber dalam penerjemahan Don Quijote dari la Mancha ini adalah edisi terjemahan Edith Grossman. Nama Edith Grossman sendiri memang ada disebut oleh penerjemah Indonesia dalam pengantar, tetapi bukan dalam konteks menjelaskan kaitan antara edisi terjemahan Indonesia dengan edisi terjemahan Inggris Grossman melainkan untuk menguatkan pernyataan penerjemah sendiri mengenai waktu terjemahan yang terlalu singkat:

Edith Grossman, salah satu penerjemah Don Quijote ke dalam bahasa Inggris, menyatakan, bahwa dua tahun waktu penerjemahan yang ia jalani itu tidak cukup (Februari 2003-2005), terjemahannya belum “final”.

Don Quijote dari La Mancha, Buku I, hal. x

Mari bandingkan dengan penjelasan Grossman dalam pengantar terjemahan edisi Inggris:

I began the work in February 2001 and completed it two years later, but it is important for you to know that “final” versions are determined more by a publisher’s due date than by any sense on my part that the work is actually finished (hal. xx).

Don Quixote, hal. xx

Dengan kata lain, Grossman memang benar menerjemahkan Don Quijote dalam waktu dua tahun, tetapi proses penerjemahan dia lakukan pada tahun 2001-2003 alih-alih 2003-2005. Dia memulai penerjemahan pada bulan Februari 2001 dan pengantar itu sendiri ditulis pada bulan Maret 2003. Penerjemah Indonesia menyinggung Grossman tampaknya sebagai analogi bahwa jika Grossman merasa waktu dua tahun penerjemahan Don Quijote ke dalam bahasa Inggris yang ditentukan oleh penerbit itu tidak memadai untuk menyajikan versi “final” maka demikian juga penerjemah Indonesia yang menerjemahkan atas tuntutan penerbit selama satu tahun (untuk satu jilidnya, dua tahun untuk dua jilid utuh) merasa tidak memadai untuk menyajikan versi “final”, bahwa penerjemah Indonesia sendiri “merasa belum puas mengutak-atik terjemahan novel hebat ini”.4Perihal menyinkronkan 3 informasi soal waktu penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia yang berbeda dari 3 sumber sudah disinggung dalam catatan kaki no. 2 tulisan ini. Di sini perlu ditambahkan bahwa jika informasi yang sahih adalah sesuai dugaan penulis yakni bahwa penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia menghabiskan satu tahun untuk per jilidnya dan berarti dua tahun untuk dua jilid utuh, maka pada dasarnya waktu penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia ini sama persis dengan waktu penerjemahan yang dilakukan oleh Grossman ke dalam bahasa Inggris, karena waktu 2 tahun yang dikatakan oleh Grossman itu merujuk pada 2 jilid utuh yang dalam edisi bahasa Inggris memang diterbitkan menjadi satu buku.

Poin yang membuat penulis menduga edisi Inggris Grossman merupakan “naskah yang diikutsertakan sebagai naskah sumber” terjemahan Indonesia ini pertama-tama adalah catatan kaki. Dibandingkan dengan edisi-edisi terjemahan bahasa Inggris lainnya, edisi Grossman merupakan edisi yang bisa dikatakan memiliki catatan kaki paling lengkap. Edisi Penguin dan edisi Britannica Great Books misalnya bahkan tidak menyajikan catatan kaki. Sementara itu, edisi Wordsworth Classics dan Oxford World’s Classics memiliki catatan kaki yang juga banyak tapi tidak selengkap edisi Grossman.

Hampir semua catatan kaki yang ada dalam edisi bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari catatan kaki Grossman. Ada memang beberapa catatan kaki yang tidak ada dalam edisi bahasa Inggris Grossman (misalnya catatan kaki Buku I no. 25 ataupun catatan kaki Buku II no. 3). Dalam kasus catatan kaki merupakan terjemahan dari catatan kaki Grossman, catatan kaki versi Indonesia sama persis dengan versi Grossman kecuali dalam kasus khusus “penyesuaian” catatan kaki tentang modus bahasa dan beberapa kesalahan penulisan pada berbagai catatan kaki lainnya.

Pada Buku I catatan kaki no. 117 misalnya. Catatan kaki tiga baris yang sama persis dengan catatan kaki no. 12 pada edisi Grossman (hal. 338) diakhiri dengan “dan meninggal pada…”. Catatan kaki tersebut merupakan penjelasan tentang Mulei Hamet yang pada edisi Grossman ditutup dengan “and died in Palermo in 1575”. Selain kesalahan penghilangan tempat dan tahun meninggal ini menjadi titik-titik yang entah apa maksudnya, pada edisi Indonesia, catatan kaki ini juga mengandung salah tulis berupa tanda sambung menjadi sama dengan.

Contoh kesalahan lain pada catatan kaki juga bisa ditemukan pada catatan kaki no. 25 (Buku I hal. 56). Ada bagian dari teks utama yang ikut dimuat sebanyak 4 baris pada catatan kaki setelah tanda koma sehingga makna yang disodorkan catatan kaki itu menjadi sangat rancu. Pada dasarnya catatan kaki no. 25 tersebut tidak menjelaskan apa pun dan pada edisi Grossman catatan kaki tersebut memang tidak ada.

Ada juga kerancuan lain, pada Buku II catatan kaki no. 222, tertulis “Di dalam bahasa Prancis kontemporer kata itu diucapkan Caviar.” Pada edisi Grossman, catatan kaki itu no. 6 (hal. 812), tertulis: “In contemporary Spanish, the word is spelled caviar”. Kalaupun memang hal tersebut bukan merupakan kesalahan melainkan berdasarkan pertimbangan yang sahih maka pada bagian tersebut tidak kita temukan penjelasan tentang apa pertimbangan yang sahih untuk perubahan “contemporary Spanish” menjadi “bahasa Prancis kontemporer” itu.    

Satu catatan kaki lain yang juga penting untuk disinggung di sini adalah catatan kaki no. 66 yang mengandung “modifikasi”. Selengkapnya catatan kaki tersebut berbunyi:

Dalam kalimat-kalimatnya yang selanjutnya, Don Quijote menggunakan modus yang lebih resmi ketika berbicara kepada Sancho (modus yang tak dapat “diterjemahkan” ke dalam bahasa Indonesia) untuk memperlihatkan ketidaksenangannya yang sangat besar dan keinginannya untuk membuat jarak antara dia dan Sancho.

Don Quijote dari La Mancha, Buku I, hal. 169

Pada Don Quixote edisi Grossman, kita menemukan catatan kaki tersebut sebagai catatan kaki no. 4 yang berbunyi sebagai berikut:

For the next few sentences, Don Quijote uses a more formal mode of address with Sancho (a change that cannot be rendered in modern English) to indicate extreme displeasure and his desire for distance between them.

Don Quixote, hal. 150

Tampak bahwa penerjemah bahasa Indonesia “sekadar” menerjemahkan catatan kaki edisi bahasa Inggris Grossman ke dalam bahasa Indonesia. Satu-satunya perubahan yang dilakukan adalah mengganti “modern English” menjadi “bahasa Indonesia”.

Memang benar bahwa “modus” atau “mode” dalam bahasa Spanyol tidak bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia karena perbedaan tata bahasa, hanya saja tidak etis ketika informasi tentang itu didapatkan dari catatan penerjemah bahasa Spanyol-Inggris lalu dicantumkan dalam edisi Indonesia sama persis tanpa menyinggung sumbernya sama sekali. Kesan yang kemudian muncul adalah seolah catatan tersebut memang hasil kreasi murni penerjemah bahasa Indonesia. Tentu saja kita tidak bisa menyodorkan dalih infantil semisal bahwa “kesan semacam itu sepenuhnya kesalahan pembaca sebab toh penerjemah tidak mengatakan catatan kaki tersebut sebagai hasil kreasi sendiri”.   

Sementara ada beberapa catatan kaki Grossman yang tidak dimuat dalam edisi terjemahan Indonesia, dasar seleksi umum catatankaki-catatankaki ini sendiri tidak jelas. Lihat misalnya satu catatan kaki yang tidak dimuat justru merupakan satu catatan kaki yang penting. Kekeliruan hitung Don Quijote pada Buku I Bab 4 (9×7=73, harusnya 63) yang maknanya dijelaskan dalam catatan kaki Grossman dengan mengutip Martín de Riquer, editor edisi bahasa Spanyol yang dijadikan naskah sumber Grossman, justru tidak dimuat sehingga berpotensi membuat pembaca menduga-duga antara apakah Don Quijote memang bodoh dalam matematika atau justru ada kesalahan penulisan: dua dugaan yang sama-sama keliru.

Grossman dalam pengantarnya menjelaskan perihal catatan kaki dalam terjemahannya sebagai kreasi dia ditambah hasil rujukan kepada catatankaki-catatankaki yang dia temukan pada naskah sumber. Salah satu alasan pemilihan naskah suntingan Martin de Riquer sebagai sumber adalah karena menurut pertimbangan Grossman ada banyak catatan kaki yang berguna dibubuhkan oleh Martin, termasuk “diskusi-diskusi tentang kata-kata dan frasa-frasa problematis berdasarkan pada perbandingan yang dia lakukan antara terjemahan-terjemahan terawal abad ketujuh belas ke dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Italia.” (hal. xviii). Dalam edisi Grossman, dia pasti menyebutkan nama Martin de Riquer ketika catatan kaki yang dia cantumkan sedikit banyak berutang pada naskah suntingan Martin. Catatan kaki yang merujuk pada naskah Martin pun tidak berarti hanya hasil salin-tempel belaka melainkan diambil sesuai kebutuhan publik pembaca sasaran terjemahan tersebut dan dibubuhkan dengan mengikutsertakan kreativitas Grossman.

Dalam edisi Indonesia, penerjemah ada menambahkan beberapa catatan kaki yang menjelaskan apa diksi bahasa Spanyol untuk bagian yang dirujuk oleh catatan kaki. Misalnya podenco pada Kata Pendahuluan bagi Pembaca pada Buku II catatan kaki no. 3 (hal. xi) dan revuelto dan resuelto pada Buku II catatan kaki no. 13 (hal. 36). Dalam dua contoh tersebut catatan kaki dibuka dengan “Dalam buku sumber…” sehingga mengesankan bahwa buku sumber (naskah sumber?) yang digunakan adalah naskah berbahasa Spanyol.

Mari berprasangka baik bahwa terjemahan Indonesia ini mungkin memang menggunakan naskah sumber bahasa Spanyol dan edisi Grossman misalnya hanya sebatas “diambil” catatankaki-catatankakinya sehingga dengan alasan yang sama pula edisi Grossman ini tidak dicantumkan sama sekali dalam halaman hak cipta Don Quijote dari la Mancha. Kombinasi—naskah sumber teks utama bahasa Spanyol dengan teks catatan kaki bahasa Inggris Grossman—semacam ini memang rancu tetapi kerancuan itu mungkin saja didiamkan dengan apologi waktu penerjemahan yang singkat. Oleh karena itu, mari beranjak ke hal-hal lain yang mengindikasikan terjemahan Don Quijote dari la Mancha ini sangat berutang pada Grossman bukan hanya pada teks catatan kaki.

Hal lain yang pertama adalah bagian dari teks utama, yakni deskripsi judul per bab. Tiap edisi terjemahan bahasa Inggris Don Quijote memberikan deskripsi judul per bab yang berbeda. Sebagai satu perbandingan, penulis mengambil secara acak deskripsi judul Buku II Bab 1 edisi terjemahan Indonesia di mana tertulis: “Tentang apa yang terjadi ketika tukang cukur dan pastor membahas dengan Don Quijote mengenai penyakitnya”.

Pada edisi Grossman tertulis: “Regarding what transpired when the priest and the barber discussed his illness with Don Quixote”.

Edisi Penguin: “Of what passed between the Priest and the Barber in the matter of the knight’s illness”.

Edisi Britannica Great Books: “Of the interview the Curate and the Barber had with Don Quixote about his malady”.

Edisi Oxford World’s Classics: “Of what passed between the priest, the barber, and Don Quixote, concerning his indisposition”.

Edisi Wordsworth Classics: “What passed between the Curate, the Barber, and Don Quixote, concerning his Indisposition”.

Bisa dilihat bahwa edisi Indonesia belaka menerjemahkan deskripsi judul yang diberikan oleh Grossman. Kasus senada terjadi pula pada deskripsi judul bab-bab lainnya.  

Hal lain yang kedua, juga merupakan bagian dari teks utama, adalah paragraf-paragraf Don Quijote dari la Mancha. Penulis membandingkan sebagian paragraf-paragraf Don Quijote dari la Mancha dengan paragraf-paragraf Don Quixote edisi Grossman. Hasilnya, dalam kebanyakan kasus bukan hanya sama persis secara makna melainkan juga secara pola sintaksis. Grossman, dalam pengantarnya untuk terjemahan bahasa Inggris (hal. xix), menyiratkan bahwa edisi Don Quixote terjemahan dia bukan merupakan edisi terjemahan harfiah. Berdasarkan itu, mudah disimpulkan bahwa terjemahan lain Don Quijote yang dilakukan dari naskah bahasa Spanyol tentu tidak akan memiliki diksi dan pola sintaksis yang sama persis dengan komposisi edisi Grossman.

Selain itu, hal yang juga menguatkan ketidakmungkinan kesamaan diksi dan pola sintaksis edisi bahasa Indonesia dengan edisi bahasa Inggris adalah tata bahasa Indonesia dan Inggris yang berbeda. Dengan kata lain, rancu adanya membayangkan bahwa penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Spanyol bisa menghasilkan komposisi teks bahasa Indonesia yang menggunakan tata bahasa Inggris. Hal itu hanya mungkin terjadi jika naskah utama sumber terjemahan yang digunakan adalah naskah edisi bahasa Inggris (alih-alih naskah edisi bahasa Spanyol) dan penerjemahan dilakukan sebagai penerjemahan harfiah.   

Ironisnya, menemukan “komposisi teks bahasa Indonesia yang menggunakan tata bahasa Inggris” dalam teks utama Don Quijote dari la Mancha ini ternyata sangat mudah. Contoh paling kelihatan misalnya pada Buku I Bab ke-4. Dalam bab tersebut ada adegan ketika Don Quijote menuntut si petani untuk membayarkan gaji si anak yang merupakan pekerja dia, si petani menyanggah dengan mengatakan bahwa jumlah yang harus dia bayar tidak setinggi hasil kalkulasi Don Quijote karena harus dikurangi harga tiga pasang sepatu dan biaya pengobatan si anak saat dia sakit.

Pada edisi bahasa Indonesia (hal. 39), sanggahan si petani berbunyi: “jumlah itu tak terlalu tinggi”. Kalimat ini justru bertolak belakang dan membuat konteks adegan tersebut menjadi rancu: si petani yang seharusnya menyanggah dan memandang jumlah tersebut terlalu tinggi justru malah terkesan memandang jumlah yang disebutkan Don Quijote hanyalah receh. Dalam edisi bahasa Inggris Grossman kalimat sanggahan tersebut berbunyi “the total was not so high”. Tampak bahwa edisi bahasa Indonesia menerjemahkan edisi bahasa Inggris itu secara harfiah tanpa memperhatikan konteks, karena makna yang lebih pas sesuai konteks tampaknya adalah “jumlahnya tidaklah sedemikian tinggi”, atau “jumlahnya tidak setinggi itu”.

Contoh lain, dalam Buku I (hal. 124) ada ucapan Sancho berbunyi “tapi itu memberi awal yang hebat melihat majikan saya jatuh”. Membandingkan dengan edisi Grossman, tampak bahwa kalimat tersebut merupakan penerjemahan harfiah dari “but it gave me a great start to see my master fall”. Kerancuan muncul dari “it” yang diterjemahkan sebagai “itu” sementara pada konstruksi kalimat bahasa Inggris tersebut “it” merupakan bagian dari konstruksi ekspletif: “it” yang tidak memiliki makna.

Dengan kata lain, kalimat tersebut jika disusun ulang sebenarnya bisa menjadi seperti ini: “seeing my master fall gave me a great start”. Andai penerjemahan pada bagian itu dilakukan dari bahasa Spanyol maka kerancuan terjemahan bahasa Indonesia bisa dihindari karena pada bagian tersebut naskah bahasa Spanyol tidak menggunakan bentuk ekspletif yang biasanya menggunakan “hay” (dalam bahasa Inggris biasa diterjemahkan “there+to be” dan bukan “it+to be”): sino que del sobresalto que tomé de ver caer á mi amo (artinya kira-kira: tetapi guncangan yang kuperoleh karena melihat majikanku jatuh).

Melakukan satu telaah komparatif menyeluruh antara edisi bahasa Spanyol, Inggris, Prancis, dan Indonesia Don Quijote akan menghabiskan waktu lama. Ulasan singkat dari penulis ini hanya merupakan asumsi-asumsi awal dengan konklusi sementara bahwa Don Quijote dari la Mancha berutang banyak pada edisi Inggris Edith Grossman bukan hanya dalam teks catatan kaki melainkan juga dalam teks utamanya. Konklusi tersebut tidak bersifat absolut dan sangat terbuka untuk segala sodoran data lain karena ia pada dasarnya hanya merupakan sebuah awal dari telaah lanjutan yang lebih sungguh-sungguh.

Menurut hemat penulis, utang banyak tersebut sudah lebih dari cukup untuk mewajibkan sekadar pencantuman nama Edith Grossman beserta naskah terjemahan Don Quixote dia dalam halaman hak cipta Don Quijote dari la Mancha. Patut disesalkan bahwa penerbitan terjemahan Don Quijote dari la Mancha ini tidak disertai penjelasan eksplisit dan memadai seputar proses penerjemahannya. Termasuk di dalamnya tentu kejelasan informasi naskah sumber dan, kalau misalnya naskah sumbernya lebih dari satu, bagaimana posisi masing-masing naskah sumber tersebut.

Melakukan pencantuman semua informasi itu jelas sangat mudah bagi penerjemah sebagai pengampu proses penerjemahan. Sementara bagi penerbit, tambahan informasi tersebut juga tidak akan memakan banyak tambahan halaman sampai melipatgandakan biaya produksi dua kali lipat misalnya. Faktanya, ketika kini kita sama sekali tidak menemukan sekadar informasi sederhana tetapi penting semacam itu dalam Don Quijote dari la Mancha ini, kita lantas tidak tahu lagi apologi apa yang mungkin bisa diajukan untuk menjustifikasinya.

Begitulah, pada pertengahan tahun 2019 Cervantes tiba di Indonesia membawa Don Quijote dari la Mancha, tetapi dalam perjalanannya dia dikabarkan mampir di Amerika dan Prancis. Ketika tiba di Indonesia, sayangnya, Cervantes tidak mengisahkan detail pengalaman mampirnya itu sementara Don Quijote dari la Mancha sendiri gagal menemukan penyunting dan pemeriksa ejaan yang mumpuni.   

Disunting ulang dari tulisan dimuat di berdikaribook.red pada 29 Agustus 2019.

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer

Sliding Sidebar

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Cep Subhan KM. Lahir di Ciamis tanggal 6 Juni. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi bersama Ludah Surga (2006) dan Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (2007), sementara beberapa puisinya diikutkan dalam antologi penyair muda Ciamis Kota Menjadi Kata (2017). Sudah menerbitkan novel Serat Marionet (2011) dan dwilogi Yang Tersisa Usai Bercinta (2020) dan Yang Maya Yang Bercinta (2021), dan satu buku puisi, Hari Tanpa Nama (2018). Satu novelnya yang lain, Kosokbali (2021), bisa dibaca di portal Kwikku. Esai-esainya tersebar dalam Jurnal Sajak, Jurnaba.co, dan beberapa media daring lain. Esai kritik sastranya menjadi Pemenang II Sayembara Kritik Sastra DKJ 2022 dan Juara 2 Lomba Kritik Sastra Dunia Puisi Taufiq Ismail 2023.