Jurnal Prisma adalah jurnal pemikiran sosial ekonomi terbitan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial). Terbit pertama kali November 1971, jurnal dwibulanan ini sempat berhenti terbit tahun 1998 lalu kembali terbit pada Juni 2009 sampai sekarang.
Sebagian arsip Jurnal Prisma bisa diakses di situs Jurnal Prisma.
1979
Jurnal Prisma No. 4 Tahun VIII, April 1979. Tema: Siapa Masih Membaca Sastra?
Esai:
- Sapardi Djoko Damono, “Kenyataan, Dugaan, dan Harapan: Tentang Perkembangan Sastra Kita Akhir-akhir Ini”, hal. 3-11. Kemudian dimuat ulang dalam buku Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (Jakarta: Gramedia, 1983), hal. 3-17.
- Ajip Rosidi, “Penerbitan Buku Bacaan dan Buku Sastra di Indonesia”, hal. 12-22.
- Umar Junus, “Betina – Perempuan – Wanita”, hal. 23-32. Kemudian dimuat ulang dalam buku Dari Peristiwa ke Imajinasi: Wajah Sastra dan Budaya Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 21-36.
Dialog, tema: Sastra Kita: Tetapkah Terpencil?
- Wildan Yatim, “Tidak Didukung Situasi Sosial Politik”, hal. 34-38.
- Yudhistira Ardi Nugraha Massardi, “Ekonomi yang Harus Dibereskan Dulu”, hal. 38-40.
- H.B. Yassin, “Perkembangan Sastra Kita Relatif Baik”, hal. 40-43.
1988
Jurnal Prisma No. 8 Tahun XVII, 1988. Tema: Sastera dan Masyarakat Orde Baru.
Esai:
- Ariel Heryanto, “Masihkah Politik Jadi Panglima? Politik Kesusasteraan Indonesia Mutakhir”, hal. 3-16.
- Ignas Kleden, “Antara Obyektivitas dan Orisinalitas”, hal. 19.
- Keith Foulcher, “Roda yang Berputar: Beberapa Aspek Perkembangan Sastera Indonesia Sejak 1965”, hal. 20-29.
- Sapardi Djoko Damono, “Puisi Kita Kini”, hal. 30-39. Kemudian dimuat ulang dalam Sihir Rendra: Permainan Makna (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hal. 56-76.
- Frans M. Parera, “Perkembangan Industri Novel Populer di Indonesia”, hal. 40-51.
Dialog, tema “Sastera Kita Kini: Perdebatan Tanpa Sejarah”:
- Goenawan Mohamad, “Sejarah Sastera Indonesia: Perkembangan yang Tak Pernah Mengagetkan”, hal. 52-58.
- Hamsad Rangkuti, “Pengarang Sekarang Asyik dengan Dirinya Sendiri”, hal. 58-64.
- H.B. Jassin, “Yang Dimiliki Pengarang Kita Hanya Sebatas Bakat”, hal. 64-70.