Alasan Mengapa Aku Menulis (2)

Eduardo Galeano

Jika aku tak keliru, Jean-Paul Sartre-lah yang mengatakan, “Manusia adalah satu gairah tanpa guna.” Aku akan menambahkan bahwa demikian jugalah menulis.

Kamu menulis tanpa benar-benar tahu mengapa atau untuk apa, tetapi aku duga itu ada hubungannya dengan keyakinan-keyakinanmu yang paling dalam, hal-hal yang tidak akan membiarkanmu terlelap.

Beberapa pasal tentang “keyakinan” itu menyediakan satu basis untuk menulis, tetapi mereka tidak selalu meyakinkan. Dalam hal ini, kapasitasku untuk percaya bergerak turun naik seiring waktu harian.

Biasanya sampai sekitar tengah hari, aku merasa agak optimistis. Kemudian dari tengah hari sampai pukul empat sore, jiwaku merosot jatuh. Menuju senja, ia bersarang kembali ke tempatnya. Pada malam hari, jiwaku jatuh bangun beberapa kali lagi. Dan begitulah terus.

Aku tidak percaya pada para optimis sepanjang waktu. Kenyataannya, aku pikir mereka berasal dari satu kesalahan para dewa.

Menurut bangsa Maya, kita semua dibuat dari jagung, itulah alasannya, seperti jagung, kita muncul dengan sangat banyak warna. Sebelum itu, para dewa dengan gobloknya mencoba resep-resep lain dan hasil-hasilnya mengerikan. Pernah mereka membuat pria dan wanita dari kayu.

Para manusia kayu ini persis seperti kita tetapi tidak memiliki apa pun yang perlu diucapkan atau bahkan tidak memiliki satu cara untuk mengucapkannya, karena mereka tidak memiliki nafas, tidak memiliki keberanian. Para dewa menjadi sangat bosan. Aku selalu curiga bahwa kurangnya keberanian merekalah yang membuat para manusia terhindar dari patah semangat. Keputusasaan adalah bukti bahwa kamu memiliki keberanian, kamu memiliki nafas. Jadi, tidaklah terlalu buruk jika jiwamu merosot jatuh. Sekali lagi, itu adalah indikasi menjadi manusia, sekadar manusia yang lemah.

Dan sebagai seorang manusia lemah, diputar-putar oleh keberanian dan keputusasaan sesuai dengan waktu harian ini, aku terus menulis, mempraktikkan gairah tanpa guna itu.      

Sumber: Eduardo Galeano, “Why I Write/2”, dalam Hunter of Stories (terj. Mark Fried). New York: Nation Books, 2017.

Baca juga: Alasan Mengapa Aku Menulis (3)

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer

Sliding Sidebar

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Cep Subhan KM. Lahir di Ciamis tanggal 6 Juni. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi bersama Ludah Surga (2006) dan Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (2007), sementara beberapa puisinya diikutkan dalam antologi penyair muda Ciamis Kota Menjadi Kata (2017). Sudah menerbitkan novel Serat Marionet (2011) dan dwilogi Yang Tersisa Usai Bercinta (2020) dan Yang Maya Yang Bercinta (2021), dan satu buku puisi, Hari Tanpa Nama (2018). Satu novelnya yang lain, Kosokbali (2021), bisa dibaca di portal Kwikku. Esai-esainya tersebar dalam Jurnal Sajak, Jurnaba.co, dan beberapa media daring lain. Esai kritik sastranya menjadi Pemenang II Sayembara Kritik Sastra DKJ 2022 dan Juara 2 Lomba Kritik Sastra Dunia Puisi Taufiq Ismail 2023.